Rabu, 01 Februari 2012

Januari

                             
            Pada akhir bulan Desember, Ayahku pindah tugas ke Jakarta. Otomatis, keluargaku termasuk aku juga harus ikut pindah ke Jakarta. Dengan berat hati aku meninggalkan sekolahku dan mendaftar di salah satu SMP ternama di Jakarta. SMP Garuda namanya.
Baru sebulan aku pindah di SMP Garuda dan duduk di bangku kelas 8, aku sudah menemui banyak masalah di sekolah baruku. Dan ini masalah pertamaku :

Hari pertama aku masuk sekolah tepatnya tanggal 11 Januari, aku terdaftar sebagai anak kelas 8 C. Gak ada hal istimewa yang aku temui di sekolahku yang baru. Semuanya hampir sama dengan sekolah lama ku di Jogja.
Hari berikutnya, aku mulai beradaptasi dengan anak-anak Jakarta di sekolahku. Aku mulai menjalin pertemanan dengan Dina. Dina ternyata juga anak yang lahir di Jogja. Sejak hari itu, obrolanku dengan Dina makin nyambung dan kami mulai bersahabat.
Hari ketiga tanggal 13 Januari. Hari ini aku jadi pusat perhatian dan pusat perbincangan oleh kakak-kakak kelasku. Dan aku mulai mendapat cibiran dari para kakak kelasku kelas 9. Tapi aku tidak menanggapinya. Sebagai cewek yang agak tomboy aku memang cuek dengan masalah seperti ini. Tapi ada juga kakak kelas yang baik padaku. Namanya Mbak Mona. Orangya cantik, ramah pula.
Hari keempat. Nah, di hari yang keempat ini, mulai beredar gosip-gosip tentang aku.
“Fir, kamu tau kakakku gak?” tanya Caca di depan mejaku.
“Kakakmu? Ya mana aku tahu. Emang siapa, Ca?” tanyaku cuek.
“Mas Didit, Fir. Ketua genk disekolah ini.” Jelas Caca.
“Oh iya aku tau. Yang orangnya kayak Mike Tyson itu kan?” ledekku.
“Hush.. gitu-gitu juga dia kakakku.” Caca berusaha membela kakaknya.
“Eh iya. Maaf ya.. Emang ada apa sama kakakmu?” tanyaku.
“Kemarin dia bilang sama aku kalau dia naksir sama kamu.” Ujarnya sambil tersenyum.
“Hah? Naksir?” ucapku kaget. Mulai detik itu, teman-teman sekelasku mengejekku dengan sebutan ‘Didit’. Huwaa.. sialnya aku.
Hari kelima. Yap! Tanggal 15 Januari. Hari ini ada acara spesial di sekolahku. Hari ini adalah hari pencarian anggota OSIS baru. Aku sangat suka dengan organisasi semacam ini. Aku pun ikut mendaftar sebagai anggota OSIS yang baru. Kebetulan Mbak Mona adalah wakil ketua OSIS lama di sekolahku. Jadi, aku semakin gampang buat ikut OSIS.
3 hari berlalu. Tanggal 18 Januari tepatnya. Aku mulai akrab dengan teman-teman sekelasku. Dan aku juga mulai berteman baik dengan teman-temannya Mbak Mona. Ada Mbak Ika, Mas Bayu, Mbak Maya dan banyak deh pokoknya. Tapi, ada pro ada juga kontra. Mbak Lisa anak 9D kayaknya benci banget sama aku. Hm.. padahal aku gak pernah berbuat salah sama dia.
Gak terasa aku sudah seminggu sekolah di SMP Garuda. Dan aku mulai mendapat SMS misterius yang entah siapa pengirimnya. Aku pun menanyakannya pada Della temanku. Della kan kenal siapa aja pikirku.
  “Del, kamu tau nomer ini gak?” tanyaku sambil menunjuk ke layar HP ku.
            “Emm.. kayaknya aku gak asing sama nomer itu deh. Bentar ya tak cari di HP ku dulu.” Jawab Della. Tak berapa lama kemudian, Della berlari ke arahku.
            “Fir, itu nomernya Mas Reyhan, kakak kelas kita.” Ujar Della.
            “Hah? Kakak kelas? Gak salah kamu Del?” tanyaku gak percaya.
            “Bener Fir. Liat aja nih nomernya sama persis kan? Emang ada apaan sih Fir?” jawab Della meyakinkanku.
            “Eng..gak kok gak ada apa-apa.” Jawabku sedikit terbata-bata. Della hanya mengerutkan kening kebingungan. Aku kemudian menuju ke tempat duduk teman akrabku. Dina.
            “Din, sini deh! Baca inbox ku!” perintahku pada Dina.
            “Ini siapa Fir? Kok dia berani SMS kamu kayak gini?” Dina heran.
            “Itu Mas Reyhan Din. Aku bingung kok dia bisa tau nomerku ya?
            “Mas Reyhan? Dia suka sama kamu?” teriak Dina kaget.
            “Sssttt… diem Din, jangan keras-keras nanti kalo ada yang denger gimana? Emang yang namanya Mas Reyhan yang mana sih?” ucapku sambil mendekatkan jari telunjukku ke arah mulut Dina.
            “Eh iya, Sorry sorry. Masak kamu gak tau Mas Reyhan? Dia itu cowok terkeren di sekolah kita. Ujar Dina.
            “Ya jelas aku gak tau lah. Aku kan baru seminggu sekolah disini.”
            “O..iya ya.. Nanti gampang deh aku kasih tau di kantin. Biasanya dia nongkrong di kantin.” Janji Dina padaku. Aku pun cuma mengiyakan saja.
            Saat pelajaran sudah dimulai, aku sama sekali gak bisa fokus sama materi yang dikasih oleh Bu Dwi guru sejarahku. Semuanya cuma masuk lewat kuping kanan dan keluar lewat kuping kiri. Ya! Itu semua gara-gara aku mikirin SMS dari Mas Reyhan.
            Siang harinya pas istirahat, Dina mengajakku ke kantin dengan tujuan ingin menunjukkan sosok Mas Reyhan yang dibilangnya tadi.
            “Fir, itu lho itu yang namanya Mas Reyhan. Yang pake jaket warna abu-abu.” Bisik Dina padaku.
            “Oh yang itu. Perasaan gak keren-keren amat tuh.” Ledekku.
            “Cowok secakep dia kamu bilang gak keren?”
            “Iya. Biasa aja tuh.”
            “Dia itu keren banget Fir. Percaya deh sama aku.” Kata Dina mencoba meyakinkanku.
            “Iya deh. Manut aja aku.”
             Tepat tanggal 19 Januari. Sepulang sekolah, aku jajan di kantin sama Dina. Pas lagi asyik-asyiknya aku makan bakso sama Dina, tiba-tiba ada seorang cowok menghampiri mejaku.
            “Hai Fir?” sapanya padaku. Mataku terbelalak melihat kedatangannya.
            “Fir, itu Mas Reyhan.” Bisik Dina di telingaku.
            “Oh.. Ha..ii.. Emm.. Ada apa ya?” omonganku jadi agak terbata-bata.
            “Kamu anak baru yang namanya Firda itu kan?” tanyanya padaku.
  “Iya.” Jawabku singkat.
  “Oh iya, aku boleh duduk di sini gak?”
  “Bo..leh kok.” Kataku dan Dina. Mas Reyhan pun duduk di depanku.
  “Kemarin aku SMS kamu lho. Tapi kok gak dibales sih?” tanyanya agak genit
  “Oh itu ya. Maaf kemarin aku lagi sibuk jadi gak aku bales.” Ucapku berbohong.
  “Fir, aku pulang duluan ya. Aku udah dijemput nih.” Pamit Dina padaku.
  “Dina.. Tunggu aku..” teriakku. Tapi Dina sudah terlanjur berlari meninggalkanku.
  “Udahlah, kamu belum dijemput kan? Kamu nunggu bareng aku aja.” Ucap Mas Reyhan.
“Aku gak di jemput kok. Aku pulang naik bis.” Jawabku rada sinis.
“Ya udah, aku anter aja naik motor? Daripada naik bis?” tawar Mas Reyhan. Aku bingung harus bagaimana. Karena terpaksa, kutrima saja tawaran dari Mas Reyhan. Lumayanlah buat menghemat uang jajanku.
 Saat perjalanan pulang, aku teringat sesuatu.  Tadi semua anak di kantin liat kejadian pas Mas Reyhan ndeketin dan nganter aku pulang. Aku yakin besok pasti bakal ada masalah besar yang menimpaku. Waduh bagaimana ini? Kata Dina kan hampir semua cewek disekolahku suka sama Mas Reyhan.
Gak salah lagi. Dugaanku benar. Esok harinya, tanggal 20 Januari Mbak Lisa ngelabrak aku dengan sejuta makiannya.
“Oh jadi kamu yang namanya Firda?” tanyanya padaku dengan muka galaknya.
“I..ya.. mbak. Ada apa ya?” aku merunduk takut melihat muka Mbak Lisa yang udah kayak singa nemu mangsanya.
“Gak usah banyak omong ya Loe. Dasar cewek ganjen!” ujarnya sambil mendorongku ke tembok dan menjambak-jambak rambutku sampai berantakan.
Karena aku adik kelas, aku gak berani ngelawan dia. Jadilah rambutku seperti ini. Berantakan banget. Aargh..!
            Mendengar apa yang terjadi padaku, Mas Reyhan mendatangiku di kelas.
            “Dek, maaf ya gara-gara aku kamu jadi dilabrak sama Lisa.” Ujarnya.
            “Oh.. gakpapa kok mas. Santai aja.” Jawabku rada gak niat.
            “Please, maafin aku ya. Ya udah gini aja deh, sebagai permintaan maafku ke kamu, gimana kalau nanti sore kita makan dan aku yang bayar. Gimana? Mau gak?” ajak mas Reyhan.
            “Maaf mas, hari ini aku pulang jam 5.” Tolakku.
            “Ya udah nanti malem aku jemput kamu dirumah. Nanti sms aja alamat kamu dimana.”
            “Ha? Maaf mas, aku gak boleh keluar malem apalagi sama anak cowok. Maaf ya mas.” Tolakku untuk kedua kalinya.
            “Halah kamu ini alesan? Aku gak mau tau pokoknya nanti malem kamu harus pergi sama aku. Udah ya dek bentar lagi masuk. Aku pergi dulu.”
            “Ee.. mas.. aku.. a..ku..” belum sempet aku bilang dia malah udah pergi. Aduh, gimana ini? Masak sih Mas Reyhan ngajak aku pergi?
            Malam harinya, Mas Reyhan beneran datang kerumahku.
“Firda? Firda?” teriak mas Reyhan didepan pintu rumahku. Mama yang sedang duduk diruang tamu membukakan pintu untuk mas Reyhan.
“Ada perlu apa ya Nak?” tanya Mama pada mas Reyhan.
“Begini tante, kenalkan nama saya Reyhan, saya kakak kelasnya Firda. Firda nya ada? saya mau ngajak Firda makan di warung makan deket sini. Boleh kan tante?” jelas mas Reyhan.
“Boleh boleh. Masuk dulu Nak. Fir? Firda? Ini ada temenmu.” Kata Mama.
“Iya Ma, bentar. Firda lagi ganti baju.” Kataku. Beberapa menit kemudian, akupun keluar dari kamar dan menemui mas Reyhan. Akhirnya, kamipun berangkat mengendarai motor mas Reyhan. Kami pergi ke salah satu cafe dikotaku.
Sejak pertemuan malam itu, hubunganku dengan mas Reyhan jadi semakin dekat. Tiap malam dia selalu SMS aku. Bahkan tiap hari dia selalu ngajak makan aku di kantin. Melihat kedekatanku dengan mas Reyhan, Mbak Lisa kakak kelasku makin geram sama aku.
Hari ke sepuluh. Hari ini ada pelantikan OSIS baru disekolahku. Dan aku juga ikut disana. Namaku yang udah dikenal sama kakak-kakak kelasku sekarang makin dikenal lagi gara-gara aku masuk OSIS.
Setelah acara pelantikan selesai, aku mendapat secarik surat di bangkuku. Di surat itu tertulis :
Aku tunggu di tangga deket lapangan basket jam 15.05

            Di surat itu tidak tertulis siapa pengirimnya. Karena aku bukan cewek pengecut, aku pun datang di tangga tepat pukul jam 15.05. Aku kira ini surat tantangan dari Mbak Lisa. Ternyata dugaanku salah. Yang datang ternyata Mas Didit. Mas nya Caca.
            “Emm.. apa kamu yang ngirim surat ini ke aku?” tanyaku memastikan.
            “Iya.” Jawabnya pendek.
            “Oh.. Ada perlu apa ya Mas?” tanyaku sopan.
            “Kenalin aku Didit anak kelas 9 F.”
            “Aku udah kenal kok. Kamu mas nya Caca kan?” tanyaku sambil ngemut permen karet.
            “Iya. Hehe..” Jawabnya malu-malu.
            “Langsung aja deh, kamu ada perlu apa sama aku?”
            “Begini Fir.. udah dari hari pertama kamu masuk sekolah disini. Aku selalu mengamati kamu. Dan aku naksir sama kamu.” Jelasnya lirih sambil mencoba meraih tanganku.
            “Iya. Terus?”
            “Ka..mu mau gak ja..di pa..car ku?”
            “Pacar? Enggak deh mas.” Aku menolak Mas Didit mentah-mentah. Ya jelas lah, siapa juga cewek yang mau sama dia? Bisanya cuma main kekerasan.
            “Enak aja ya kamu nolak aku kayak gini. Pokoknya awas kamu!” ancam Mas Didit padaku. Setelah menjawab pertanyaan Mas Didit tadi, aku langsung berlari ke pager sekolah. Dan Bruuukk.. aku menabrak Mas Reyhan dan jatuh.
            “Aduh.. Maaf mas. Aku tadi lagi keburu-buru soalnya.”
            “Halah, gakpapa kok Fir. Kamu mau kemana kok lari-lari?”
            “Ini aku baru mau pulang.”
            “Mau tak anter lagi po?” tawarnya padaku.
            “Wah, enggak deh mas. Aku gakmau ribut sama Mbak Lisa lagi. Dia kan pacarmu to?” tanyaku ragu.
            “Pacar? Mana mungkin? Aku tu masih jomblo Dek.” Jelasnya padaku.
            “Oh. Ya bagus deh. Udah dulu ya mas, takut kesorean. Bye..” pamitku.
            Sejak awal perkenalanku dengan Mas Reyhan, aku menduga kalau Mas Reyhan benar-benar suka sama aku walaupun dia belum ngomong langsung ke aku, tapi aku yakin kalau Mas Reyhan pasti suka sama aku.
Tapi, keyakinanku berubah ketika aku melihat mas Reyhan ngasih sekuntum bunga mawar buat Della. Temen sekelasku. Di deket pagar sekolah. Harusnya aku biasa aja ngeliat mereka berdua. Tapi aku bingung kenapa waktu aku liat mas Reyhan ngasih bunga ke Della, hatiku sakit banget. Kayak ada sesuatu yang hilang dari hatiku. Apa mungkin aku jatuh cinta sama Mas Reyhan gara-gara perhatiannya ke aku? Aaargh...
Aku terus memikirkan kejadian itu hingga larut malam. Tiba-tiba jam di HP ku yang menunjukkan pukul 22.13 bergetar. Ada sms masuk di HP ku. Sms dari Mas Reyhan. Begini isinya : Dek, maaf soal kejadian tadi ya. Kamu gak cemburu liat kejadian tadi kan?
Deg! Kenapa mas Reyhan tanya gitu sama aku? Aku bingung harus jawab apa. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali mas Reyhan udah nunggu aku di depan pintu kelasku.
“Dek, maaf.” Ucapnya.
“Minta maaf buat apa?” tanyaku pura-pura tidak tahu.
“Soal kemarin. Kamu marah kan sama aku gara-gara aku ngasih bunga ke Della? Itu cuma salah paham Fir. Aku bisa jelasin itu.” Ujar Mas Reyhan sambil menarik tanganku.
“Gak ada yang mesti dijelasin. Semuanya udah cukup jelas kok. Lepasin tanganku! Permisi aku mau lewat.” Kataku sinis. Mas Reyhan langsung ngelepasin tanganku dari genggaman tangannya dan aku buru-buru masuk ke dalam kelas berusaha menghindar dari mas Reyhan.
Saat jam istirahat, aku gak jajan ke kantin. Aku lebih milih duduk diam di dalam kelas. Dan tiba-tiba Della datang menghampiri tempat dudukku.
“Fir, aku minta maaf soal kemarin. Semuanya cuma salah paham. Maafin aku ya?” katanya sambil menjulurkan telapak tangannya.
“Hm.. udah aku maafin kok.” Jawabku cemberut. Tapi aku tetap menyalami tangannya.
“Bener Fir. Gini nih ceritanya : kemarin itu Mas Reyhan dapet titipan bunga dari sahabatnya. Mas Tio. Tau kan? Nah, Mas Tio itu suka sama aku. Dia mau ngasih aku bunga tapi dia gak berani. Jadinya Mas Reyhan yang ngasih bunga itu ke aku. Gitu ceritanya. Maaf ya Fir?” jelas Della panjang lebar.
“Oh gitu. Iya iya gakpapa kok.” Jawabku singkat. Della pun pergi keluar dengan muka kusut. Aku bingung banget. Yang aku lakuin ini bener apa salah. Aku gak berhak marah sama Della dan Mas Reyhan. Aku kan bukan pacarnya mas Reyhan. Kita kan cuma temen. Harusnya aku gak menghindar dari mas Reyhan dan harusnya aku gak marah gini sama Della. Aargh.. Bodohnya aku! Aku langsung berlari mengejar Della.
“Del, del, del!” teriakku.
“Ada apa Fir?” jawabnya lesu.
“Maafin aku soal tadi ya Del. Aku udah berprasangka buruk sama kamu. Maaf ya?”
“Udah aku maafin Fir.” Ujarnya sambil tersenyum manis. Setelah itu, aku langsung menuju ke kantin. Tujuanku adalah menemui Mas Reyhan. Biasanya Mas Reyhan ada disana. Aku harus minta maaf ke dia. Ternyata mas Reyhan gak ada di kantin. Aku kembali ke kelas dengan perasaan kecewa.
Sampai sekolah selesai, aku belum melihat tanda-tanda mas Reyhan. Saat aku berjalan menuju halaman sekolah, teriakan Dina menghentikan langkahku.
“Firda? Firda..” teriak Dina dari kejauhan sambil berlari ke arahku.
“Apa Din?” jawabku lesu.
“Anu Fir.. Anu..” jawabnya gak begitu jelas.
“Apaan sih?” tanyaku penasaran.
“Mas Reyhan, Fir.”
“Iya. Kenapa sama Mas Reyhan?” tanyaku makin penasaran.
“Gak ada waktu buat njelasin. Mending sekarang kamu ikut aku ke lapangan basket! Buruan Fir! Ini gawat!” Dina langsung menarik tanganku menuju lapangan basket. Disana aku melihat Mas Reyhan tergeletak lemas di tengah lapangan dengan beberapa luka di wajahnya. Aku langsung berlari ke arahnya.
“Mas Reyhan?” panggilku. Tapi Ia tak sadarkan diri. Aku dan Dina bergegas membawanya kerumah sakit menggunakan taksi. Saat dalam perjalanan, Dina menceritakan apa yang sebenarnya terjadi sama Mas Reyhan.
“Fir, Mas Reyhan kayak gini gara-gara dikeroyok sama Didit CS. Kakak kelas kita anak 9 E. Setahuku, Mas Didit ketua genk disekolah ini naksir sama kamu. Dan dia cemburu lihat kamu sama Mas Reyhan. Makanya dia ngelakuin ini.” Jelas Dina padaku. Aku hanya diam. Aku semakin merasa bersalah sama Mas Reyhan.
Beberapa menit kemudian, kami sampai di rumah sakit. 2 perawat dan 1 dokter langsung mengobati luka Mas Reyhan yang cukup parah di wajah dan perutnya. Aku menungguinya di rumah sakit sendiri. 15 menit yang lalu, Dina pamit untuk pulang. Tepat pukul 16.30, Mas Reyhan sadarkan diri.
“Mas, maafin aku. Semua ini gara-gara aku.” Ucapku sambil menangisi keadaannya.
“Gak..pa..pa.. Fir. Ini bukan salahmu kok. Udah jangan nangis.” Jawabnya pelan sambil menggenggam kedua tanganku.
“Jujur mas, waktu aku lihat mas Reyhan ngasih bunga ke Della, aku cemburu. Aku gak tau kenapa perasaan itu bisa muncul.Maafin aku juga, gara-gara aku kamu jadi babak belur kayak gini.” kataku penuh rasa bersalah.
“Halah, udah biasa. Aku kan anak cowok. Mm.. Aku tau kamu cemburu. Kamu suka sama aku kan?” ejeknya padaku. Mukaku langsung memerah.
“Yee.. apaan sih. Enggak tuh.” Jawabku.
“Halah ngaku aja? Iya kan?” godanya.
“Kalau iya emang kenapa? Upss.. keceplosan.” Ucapku salah tingkah.
“Aku juga iya. Kamu mau gak jadi pacarku?” Aku kaget mendengar perkataan mas Reyhan. Aku cuma merunduk malu.
“Hey! Jawab Fir!” paksanya.
“Gimana ya mas, aku butuh waktu buat njawab itu.”
“Oke! Aku kasih kamu waktu 3 detik. Kalau dalam 3 detik kamu belum jawab itu tandanya kamu mau. Hahaha.” Tantangnya padaku sambil tertawa.
“3 detik? Gila kamu mas!”
“Pokoknya aku gak mau tau. Aku itung dari sekarang ya? Satu.. Dua.. Ti..ga..”
“Iya iya aku mau.” Teriakku.
“Horeee...!” ucap Mas Reyhan sambil tersenyum lebar.
            Sejak detik itu, Mas Reyhan adalah cinta pertamaku dan aku resmi jadi pacarnya Mas Reyhan cowok terkeren yang jadi idaman setiap wanita di sekolahku. Aku gak nyangka ternyata begini akhir ceritaku di bulan Januari.

2 komentar: