Selasa, 14 Agustus 2012

Scomaga Part 2


Alhamdulillah yah, akhirnya tadi aku, dinda, nisa, salwa bisa menyelesaikan mading Scomaga separuh waktu. Soalnya ketentuannya waktunya dimulai dari jam 08.00 - 12.00 tapi kami bisa menyelesaikannya kurang lebih jam 10an. Ini semua tidak lepas dari kerja keras dan kerja sama kami dalam beberapa hari terakhir untuk menrencanakan pembuatan Mading Scomaga ini. Terimakasih buat teman-teman Grabber atas dukungannya, terimakasih untuk Bapak Ibu Guru & Mbak-mbak, Mas-mas KKN SMP N 1 Godean yang sudah menyelenggarakan lomba mading sehingga kami semua bisa berkreasi seperti di atas. Terimakasih juga untuk Mbak Damar tentor Neutron yang mau menjawab pertanyaan-pertanyaan kami seputar mading. Terimakasih semuanya :) Doain yaa siapa tahu madingnya menang? hihihi *ngarep.. tapi amin lah yaauuw :D



=)

Minggu, 12 Agustus 2012

SCOMAGA =)

Ini dia rancangan mading bertema kemerdekaan yang aku buat sama Radinda Aulia, Salwa Paramitha, dan Annisa Widhiastuti. Nama madingnya yaitu "SCOMAGA" (School Magazine Grabber). School Magazine : Majalah Dinding, Grabber : Nama Grup kelas kami, kelas 9B tercintaaa :)
Tapi itu belum jadi lhoh yaaa.. Bagus apa enggak? :D

Sabtu, 11 Agustus 2012

One Direction~One Thing

I've tried playing it cool
Tlah kucoba untuk tetap tenang
But when I'm looking at you
Namun saat kutatap dirimu
I can't ever be brave
Aku tak berani
'Cause you make my heart race
Karena kau membuat jantungku berdegup kencang

Shot me out of the sky
(Kau) lempar aku
You're my kryptonite
Bagiku kau bak kriptonit
You keep making me weak
Kau terus membuatku lemah
Yeah, frozen and can't breathe
Yeah, beku dan tak bisa bernafas

Somethings gotta give now
Semua ini harus diakhiri
'Cause I'm dying just to make you see
Karena tlah mati-matian aku berusaha memberitahumu
That I need you here with me now
Bahwa aku butuh dirimu di sini sekarang juga
'Cause you've got that
one thing
Karena kau miliki satu hal itu

So get out, get out, get out of my head
Maka keluarlah, keluar dari kepalaku
And fall into my arms instead
Dan jatuhlah ke dalam dekapanku
I don't, I don't, don't know what it is
Aku tak tahu apa ini
But I need that one thing
Namun aku butuh satu hal itu
And you've got that one thing
Dan kau miliki satu hal itu

Now I'm climbing the walls
Kini kupanjat dinding
But you don't notice at all
Namun sama sekali tak kau perhatikan
That I'm going out of my mind
Bahwa aku mulai gila
All day and all night
Tiap hari dan tiap malam

oh whoa, oh whoa, oh whoa
You've got that one thing
Kau miliki satu hal itu

So get out, get out, get out of my head
Maka keluarlah, keluar dari kepalaku
And fall into my arms instead
Dan jatuhlah ke dalam dekapanku

So Get out, get out, get out of my mind
Maka keluarlah, keluar dari pikiranku
And come on, come into my life
Dan datanglah, datanglah ke dalam hidupku
I don't, I don't, don't know what it is
Aku tak tahu apa ini
But
I need that one thing
Namun aku butuh satu hal itu
And you've got that
one thing
Dan kau miliki satu hal itu

10 Harapan di Bulan Agustust 2012 - April 2013 :)

1. Sukses UN 2013
2. Masuk 10 Besar UN 2013
3. Ketrima di SMA 3/1/2 Jogja
4. Membanggakan kedua orang tuaku
5. Berperilaku lebih baik lagi dari yang sebelumnya baik
6. Langgeng sama Rossi (my boyfriend)
7. Punya temen yang makin banyak
8. Diberi kesehatan & rezeki yang jauh lebih baik dari sebelumnya
9. Lebih rajin beribadah pada Allah SWT
10. Terhindar dari berbagai permasalahan yang bisa menganggu konsntrasi belajarku.

*AMIN, AMIN, AMIN, ALLAHUMA AMIN :)

Amira

Hari ini Mama mendapat telpon dari Paman. Paman bilang, Nenek sedang sakit dan menyuruh Mama pergi ke Semarang secepatnya. Akhirnya mendadak, Mama dan kak Tasya pergi ke Semarang untuk menjenguk Nenek yang sedang sakit. Sebenarnya aku ingin sekali ikut. Sayangnya, lusa aku masih ada ulangan matematika. Terpaksa, keinginan untuk ikut ke rumah Nenek aku pendam dalam-dalam. Beruntung, Amira sahabatku menawari aku untuk menginap dirumahnya selama Mama dan Kak Tasya di Semarang. Sontak, aku langsung mengiyakan tawaran Amira.
            Tak terasa, sudah 2 hari aku menginap di rumah Amira. Namun, malam ini ada yang berbeda dengan keluarga Amira. Saat makan malam, Tante Lusi Mama Amira, Kak Doni kakak Amira, dan Amira terlihat sangat sedih. Aku bingung. Setahuku, biasanya mereka selalu ceria. Bahkan seusai makan malam. Tante Lusi dan Kak Doni buru-buru masuk ke kamar mereka masing-masing.
            “Mir, ada apa dengan Mamamu dan Kak Doni? Apa mereka marah padaku?” tanyaku merasa bersalah.
            “Enggak, Va.” Jawab Amira singkat.
“Kalau enggak marah, terus apa, Mir?” tanyaku kebingungan.
“Gini Va, hari ini tepat satu tahunnya ayahku meninggal. Tentu saja keluargaku sedih.” Jawab Amira tertunduk sambil mengusap air mata di pipinya yang sejak tadi menetes.
            “Oh, gitu. Sudahlah Mir, jangan bersedih.” Ujarku sembari menepuk pundak kanannya. Tapi tiba-tiba saja Amira berlari ke kamarnya dan meninggalkan aku seorang diri di meja makan sembari terus menangis. Aku berusaha mengejar Amira, tapi Amira sudah terlanjur mengunci rapat pintu kamarnya.
            “Mir, buka pintunya! Kamu baik-baik aja kan, Mir?” tanyaku khawatir sembari terus mengetuk pintu kamarnya dan memanggil-manggil nama Amira. Namun tak ada sepatah kata pun yang terdengar dari dalam kamar. Yang terdengar hanya suara tangis kecil Amira dari dalam kamarnya. Suasana rumah Amira makin sunyi. Karena tak diijinkan masuk ke kamar Amira, aku pun tertidur pulas di meja makan.
            Saat tengah malam, aku terbangun dari tidurku. Aku mendengar derap suara langkah kaki seseorang yang kedengarannya sedang menangis. Aku rasa suara itu berasal dari ruang tamu. Perlahan tapi pasti, aku melangkahkan kakiku menuju ruang tamu. Kudapati sesosok bayangan hitam yang membuat bulu kudukku merinding dengan hebatnya. Karena takut, kunyalakan lampu di sudut tembok. Walaupun belum masih agak gelap, mataku terus memperhatikan bayangan itu.
            “Mir, itukah kamu? Sedang apa kamu disini?” tanyaku pelan sambil terus melangkah mendekati bayangan tadi.
            “Iya Va. Ini aku. Mendekatlah, aku sedang sedih.” Ucap Amira lirih.
            “Sedih karena ingat Ayahmu ya, Mir?” tanyaku menyelidik.
“Iya Va.” Kata Amira pelan.
“Jangan sedih lagi, Mir. Kalau kamu terus menangis seperti ini, disana ayahmu pasti juga akan sedih, Mir.” Ujarku berusaha menasehati Amira. Bukannya menjawab, Amira malah terdiam dan langsung memelukku.
            “Mir, kamu tidak apa-apa kan?” tanyaku cemas penuh harap. Beberapa saat setelah terdiam, Amira kembali berbicara.
            “Kamu benar Va. Harusnya aku tidak boleh menangis. Harusnya aku tabah dan mengikhlaskan kepergian ayahku.” Kata Amira sambil melepas pelukannya.
            “Iya Mir. Kamu harus tetap ceria seperti biasanya. Meskipun ayahmu telah tiada, tapi lihatlah Daiva sahabatmu masih disini menemanimu, Mir.” Ujarku berusaha menghibur Amira.
            “Makasih ya, Va. Kamu memang sahabat terbaikku.” Ucap Amira tersenyum.
            “Sama-sama, Mir. Sekarang kamu jangan nangis lagi ya? Aku tidak ingin air matamu menetes lagi.” Rayuku.
            “Iya Daiva.” Amira tersenyum. Sekarang, air mata Amira sudah tidak menetes lagi. Aku senang bisa menghibur sahabatku yang satu ini. Aku dan Amira pun tersenyum bahagia.
           

Jumat, 10 Agustus 2012

Selamat Datang Kembali !

Iu diatas ada aku, isna, linda sama dinda *hihi ngeksis
Eh udah hampir 5 bulan nih aku vakum dari blog Hihi maaf yaa:* tunggu cerita-ceritaku selanjutnyaa yaaaaaaa.. *salam sayang :* hihi cukup sekian :)

Laput Buat Buletin Angkasa *Negsago Tahun Ini :)

Oleh Nurfirda Herliana
Di zaman sekarang ini yang kate orang-orang Barat disebut era globalisasi, pasti kita (kita?Loe aja kalik gue enggak?hihihi) yaa aku, kamu, kita tentunya sering mendengar istilah ‘modernitas’. Apa itu modernitas? (kasih tau gak yaa? Hihi bingung ya? Kasian deh kamu, gak tau ‘Modernitas’) Yaudah, daripada bingung-bingung mikir arti ‘modernitas’ dan berhubung aku orangnya baik, tidak sombong, dermawan dan rajin menabung, hihi. Mending langsung aku kasih tau aja ya.
Modernitas diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju masyarakat yang modern. Biasanya modernitas banyak dilakukan oleh remaja seumuran kita nih yang masih belum mengerti akan dampak positif dan negatif dari modernitas.
            Bukan bermaksud menyindir nih ya, tapi memang kenyataannya remaja SMP mungkin juga termasuk kamu sudah mulai mengikuti gaya berpakaian ala-ala Barat yang menonjolkan keterbukaan di daerah-daerah tertentu yang  dibilang oleh beberapa orang sebagai “Trend Busana Masa Kini”. Padahal trend busana masa kini, yang sekarang sedang gencar-gencarnya diikuti oleh kalangan remaja SMP justru bertolak belakang dengan gaya berpakaian bangsa Indonesia yang cenderung tertutup.
            Mulai serius nih. Selain soal gaya berpakaian, sebagian besar teman-teman sebaya kita yang masih SMP, perlahan-lahan mulai berani mengikuti jejak orang-orang barat yang bebas bergaul dengan siapa saja tanpa memandang orang yang kita gauli itu muhrim kita atau bukan. Contohnya Pacaran. Hayo? Siapa yang udah punya pacar? Hati-hati yaa (upss lirik diri sendiri*hihi).
            Parahnya, modernitas yang saya bilang diatas, rupanya juga terjadi di SMP kita tercinta. Negsago (upps). Tapi untungnya, jika dibandingkan SMP-SMP lain, modernitas di sekolah kita mungkin masih dalam batas normal. Karena kita masih mematuhi berbagai peraturan tertulis maupun tidak tertulis di sekolah kita dan juga karena letak sekolah kita yang jauh dari kota (alias di ‘deso’).
            Huuh.. Sayang sekali ya, banyak remaja di luar sana yang salah paham dengan maksud dari modernitas. Padahal modern itu bukan berarti kita harus berpakaian terbuka dan berpacaran ala Barat yang tadi saya contohkan. (Catat nih ya!) Modern dalam kamus saya berarti pandai menyikapi bermacam-macam arus modernitas dan memilah mana modernitas yang baik yang sesuai dengan kepribadian Bangsa Indonesia dan mana modernitas yang buruk yang bertolak belakang dengan kepribadian Bangsa Indonesia.
            Nah, agar kita tidak terjebak di arus modernitas, sebaiknya kita pikirkan terlebih dahulu dampak positif dan negatif dari modernitas. Yang positif diambil, yang negative dibuang. Di samping kita tidak terjebak di arus modernitas, kita juga bisa mewujudkan visi sekolah kita, yaitu Cerdas, Terampil, Berbudi Pekerti Luhur, Berwawasan Global, serta Cinta Bangsa dan Negara. Oke guys? Semoga bermanfaat! Salam sayang dari penulis *hihi 

Tragedi 10 November 1945

Oleh : Nurfirda Herliana

Matahari mulai terbenam, ku ayunkan tangan kecilku untuk menyalami mereka yang datang. Dibalik senyum kecil mereka, aku tau mereka menyembunyikan kesedihan mereka yang teramat dalam. Lihatlah, dari ratusan pelayat, beberapa diantara mata mereka dibingkai oleh tetes air mata.
            “Sabar ya, San.” ucap mereka semua serupa. Aku hanya diam. Mencoba menenangkan jiwaku yang hampir hancur dimakan kesedihan. Disampingku, Bonar sahabatku selalu mengobarkan semangat agar aku tak rapuh dilanda duka.
“Percuma Ga, aku tetap berduka” batinku dalam hati.
             Sudah 40 hari lamanya Sinta meninggalkanku dengan berjuta rasa rindu dalam diriku yang hingga kini masih belum terobati. Belum lagi, kematian Sinta yang menurutku tak pantas untuknya. Harusnya Sinta mati dalam keadaan baik. Bukannya mati dalam keadaan seperti ini. Masih terngiang dalam pikiranku kematian Sinta yang begitu mengenaskan.
            Yogyakarta, 10 November 1945 pukul 05.00.
Sinta berangkat dari Jogja menuju Surabaya menggunakan kereta uap hitam yang berbahan bakar batu bara. Sudah 5 tahun aku dan Sinta terpisah. Karena Sinta dipaksa bekerja sebagai penjahit seragam tentara Jepang pada waktu itu bersama Bibi Nakamoto yang juga masih keturunan Jepang.
            Dan hari ini juga, Sinta diijinkan pulang. Sungguh senang hatiku ketika mendapat kiriman surat dari Sinta yang mengabarkan bahwa Ia akan pulang ke Surabaya. Rasa rindu yang hampir mati karena tak kunjung dipertemukan dengan Sinta mulai memuncak kembali. Hatiku berbunga-bunga, aliran darahku tiba-tiba lancar sekali, badanku jadi bugar dan mataku gatal ingin segera melihat kedatangannya di stasiun siang ini. Pagi-pagi sekali sambil menunggu Sinta datang di rumahku di Jl. Mawar yang letaknya 3 km dari Jembatan Merah, aku sibuk menyiapkan sebuah pesta kecil untuk menyambut kedatangannya. Kubuatkan sepotong kue lapis warna hijau dan putih kesukaannya yang bersanding dengan secangkir kopi hitam yang jadi minuman andalanku saat ini.
            “Hm.. Lezatnya. Aku yakin Sinta pasti suka.” Batinku dalam hati sambil tersenyum girang.
            Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 10 siang. Saatnya aku berangkat ke stasiun untuk menjemput Sinta. Aku keluar rumah dengan perasaan gembira. Kuhentikan sebuah andong beroda 4 yang secara  tidak sengaja melintas di depan rumahku.
            Sudah 30 menit lamanya aku menumpang andong yang lakunya rasanya makin melambat karena perasaanku yang sudah tak sabar melihat sahabatku, Sinta.
            Beberapa menit kemudian, akhirnya aku sampai di stasiun tempat kereta uap yang ditumpangi Sinta dari Yogyakarta berhenti. Kulangkahkan kakiku memasuki stasiun. Derap kaki puluhan orang meramaikan suasana stasiun siang ini. Kutengok kea rah kanan dan kiri, sibuk mencari keberadaan Sinta.
            “Nah, itu Sinta. Sin, Sin, Sinta…” teriakku sambil mengankat tangan kananku dan melambaikannya bolak-balik searah jarum jam berputar. Mukaku langsung sumringah melihat Sinta buru-buru menghampiriku. Layaknya Induk burung yang pulang membawa makanan untuk anak-anaknya di sangkar, aku dan Sinta langsung berpelukan hangat melepas kerinduan kami yang sudah 5 tahun ini tidak bertemu.
            Dengan senang hati, aku mengajak Sinta ke rumahku menaiki andong yang tadi aku tumpangi. Di dalam andong, aku dan Sinta terus saja mengobrol kesana kemari. Tapi, tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara teriakan orang-orang dari kejauhan. Andong yang semula kami tumpangi, berhenti mendadak.
            “Kenapa berhenti, Pak?” tanyaku. Kusir andong itu tidak menjawab pertanyaanku dan malah menyuruhku turun dengan Sinta. Aku menurut saja apa kata kusir andong itu. Setelah aku turun, andong tadi langsung berputar arah dan melaju dengan kencang. Terpaksa Aku dan Sinta harus berjalan kaki.
            Belum lama aku berjalan, kembali terdengar teriakan-teriakan orang kesakitan dan suara-suara ledakan senjata yang entah berasal dari mana. Aku baru sadar bahwa hari ini merupakan hari penolakan rakyat Surabaya yang menolak ultimatum dari Inggris yang isinya menyuruh rakyat Surabaya suapay menyerah pada Sekutu.
            “Sin, bahaya.” Kataku gugup.
            “Apanya yang bahaya, San?” Tanya Sinta mengerutkan kening.
            “Di Jembatan Merah sedang ada perang. Kita bisa mati jika kita lewat sana. Lebih baik kita menumpang dulu di rumah penduduk sekitar sini.” Jelasku pada Sinta.
            “Tenang saja, percayakan semua pada Allah. Kita pasti akan baik-baik saja. Aku ini sudah tidak sabar ingin kerumahmu.” Ucap Sinta berusaha meyakinkanku. Akupun mengangguk mengiyakan ucapan Sinta. Aku dan Sinta pun terus berjalan. Perasaaan takut terus menyelimutiku sedari tadi. Seperti ada sesuatu yang mengganjalku. Dari tempatku berjalan, aku melihat mayat-mayat tergeletak di sepanjang jalan.
            “Sin, kamu yakin ingin meneruskan perjalanan ini? Apa tidak lebih baik kita mampir di rumah penduduk dulu? Lihatlah mayat-mayat ini! Ini sebagai tanda kalau kita tidak diizinkan lewat sini, Sin.” Ujarku mencoba membujuk Sinta agar mau berhenti berjalan.
            “Biarlah, San.” Ucap Sinta lirih.
            Suara ledakan dan senjata makin dekat rasanya. Jantungku makin berdegup kencang. Aku dan Sinta mulai melambatkan laju kaki kami. Aku heran dengan Sinta, mengapa dia tenang-tenang saja mendengar suara-suara seperti ini? Tapi aku tak berani bertanya langsung padanya.
            “Dor..Dor..Dor.. Aaa.. Aaa.. Aaa..” begitulah kiranya suara-suara yang dari tadi aku dengar.
            Aku makin panik. Aku tarik Sinta agar berputar arah dan berlari mencari rumah penduduk. Tapi Sinta melepaskan genggaman tanganku. Sinta terus berjalan lurus ke depan mendekat ke titik rawan perang dan aku berdiri terpaku melihat Sinta menantang nyawanya sendiri. Aku bingung harus bagaimana. Sinta tak mau menurut padaku. Dan…
            “Dor…” Suata tembakan peluru menggelegar dengan dahsyatnya.
            “Aaaaaaa….” Sinta berteriak dengan kencangnya. Aku terperangah. Sinta? Kenapa dia? Aku buru-buru berlari ke arahnya.
“Sintaaaaaaaaaaaaa…” teriakku sekuat tenaga.
Kudapati Sinta terkulai lemas tepat di tengah Jembatan Merah. Darah segar dari dadanya mengalir menganak sungai ke luar badannya yang mungil. Air mataku turun deras dengan sendirinya. Ku raba tangannya untuk mengetahui apakah Sinta masih hidup atau sudah meninggal. Nihil. Denyut nadi Sinta sudah tak terasa. Sinta meninggal di tempat kejadian. Ku elus rambutnya, ku bacakan ayat-ayat suci Al Qur’an yang aku hafal untuk mengantarkan kematiannya.
           
           

Jumat, 02 Maret 2012

3 Idiots *wow! all is well :D

   SEBENARNYA film Bollywood ini sudah tayang di Blitz Megaplex sejak Desember silam. Tapi waktu itu layar bioskop masih dipenuhi histeria film Avatar. Sementara 3 Idiots tayang di Indonesia tanpa promosi heboh, waktu tayangnya pun relatif singkat. Awal Januari, 3 Idiots hanya diputar di Blitz Mall of Indonesia, sedangkan Blitz Grand Indonesia dan Pacific Place sudah tak menayangkan lagi.
Nah, saat itu demam 3 Idiots justru tengah heboh-hebohnya. Promosinya justru dari mulut ke mulut, juga lewat situs jejaring sosial Twitter. Kalau hanya artis Riza Shahab yang mempromosikan mungkin tak mengherankan, berhubung pemain sinetron Shafa & Marwah ini dikenal sebagai pemuja film Bollywood.
Tapi begitu hampir semua artis pemilik akun Twitter mulai membahas film ini, rasa penasaran makin membuncah.
Kisah inspiratif berdurasi 164 menit ini memang membuat mata dunia terbelalak. 3 Idiots diganjar predikat film bollywood terlaris sepanjang masa! Prestasi tersebut diraih setelah menyingkirkan Ghajini, film yang juga dibintangi Aamir Khan Desember 2008 lalu.
Yang menakjubkan, 3 Idiots juga mencetak rekor fantastis di minggu pertamanya. Bayangkan saja, dalam waktu empat hari usai resmi dirilis ke pasaran sejak  25 Desember, film disebar ke 40 negara ini berhasil mengantongi 1 miliar rupee (lebih dari 200 miliar rupiah)!
“Kami merasa bangga bisa mendistribusikan 3 Idiots. Jumlah itu sangat fenomenal dan kami yakin bisa terus bertambah di minggu-minggu mendatang,” ujar Amit Khana, presiden distributor film Reliance Big Entertainment.
Tak hanya di India, 3 Idiots pun berjaya di mancanegara. “Kami dapat kabar di Australia banyak bioskop yang mengurangi jumlah studio penayang Avatar dan menambah 3 Idiots,” terang Vidhu Vinod Chopra, sang produser.
Derasnya aliran penonton di Negeri Kanguru itu  membuat 3 Idiots resmi dinobatkan sebagai film Bollywood terlaris di sana. Prestasi serupa dicetak di beberapa negara lain yang bahkan dalam benak Anda tak terpikir masyarakatnya pecinta film India. Mulai dari Pakistan, Afrika Selatan, Fiji, Kenya, dan Amerika Serikat.
Bahkan di Amerika Serikat, sampai awal Februari, dari hasil pemutaran di  sekitar 120 bioskop,  3 Idiots mengumpulkan 6,5 juta dollar Amerika. Prestasi itu sangat mencengangkan.
Sebelumnya bahkan tak ada film India yang sanggup meraih angka pemasukan 4 juta di Negeri Paman Sam itu. Dengan meraih posisi puncak box office, jutaan mata makin lupa keberadaan Avatar dan jatuh hati dengan 3 Idiots.
“Tak pernah ada yang menyangka ada film India selaris ini di sini. Kalaupun sukses, masyarakat hanya menduga kisaran 3-4 juta dollar,” tutur Shariq Hamid, pemilik empat gedung bioskop di Texas.
Angka-angka yang kami sebutkan di atas masih sangat mungkin terus melesat (angka terakhir berkisar di 3,15 miliar rupee (hampir 700 miliar rupiah) -- sudah jauh melampaui Ghajini yang “hanya” 2,5 miliar rupee). Pasalnya, di beberapa negara 3 Idiots termasuk film yang lambat panas, termasuk di Indonesia. Maklum sebagian masyarakatnya masih menggemari film-film seperti Suster Keramas dan sebagainya.

Jumat, 24 Februari 2012

Cerpen : Kepergian Ibuku

      Di usiaku yang ke 14 tahun ini, aku tumbuh layaknya remaja lainnya, rambutku terurai panjang, tubuhku tinggi dan kulitku bewarna sawo matang. Aku memang tak jauh berbeda dengan teman-teman sebayaku. Namun, ada satu hal yang membuatku minder. Karena aku sejak kecil sudah yatim. Ayahku meninggal akibat kecelakaan 12 tahun yang lalu. Aku tak pernah bertatap muka dengan ayahku, hanya ada satu foto Beliau yang masih disimpan di album foto milik ibuku.  Tentu saja aku selalu merindukan sosok ayah disampingku, meskipun Ibuku begitu menyayangiku, namun aku tetap rindu dengan sosok ayahku. Aku ingin merasakan kasih sayang seorang ayah layaknya teman-temanku yang lainnya. Itulah sebabnya aku jadi mudah marah dan tidak penyabar.
      Malam ini seperti biasanya, aku tinggal dirumah bersama ibuku. Ibuku berkulit putih, berkacamata minus dan rambutnya pendek model bob jaman dulu. Ibuku memang baik padaku. Tapi ada satu hal yang kubenci darinya. Ibuku selalu menegurku untuk belajar di malam hari.
“Udah belajar belum Sal?” tanya ibu padaku.
      “Belum. Aku males belajar! Aku mau nonton TV aja. Aku capek Bu.” Jawabku.
      “Ee.. Ya belajar dulu.. Nonton TV nya nanti saja.” Nasehat ibu padaku.
      “Aku tu capek bu! Jangan dipaksa dong! Mendingan ibu bikinin aku mie goreng, cepetan! Aku laper banget nih!” Bentakku pada Ibu. Ibu cuma diam dan berlalu ke dapur. Lima menit kemudian aku kembali membentak ibuku.
      “Kok lama banget? Mana mie gorengku?” tanyaku membentak.
      “Bentar Sal, Ibu lagi nyuci piring.” Kata Ibu lembut.
      “Buruan dong! Salsa udah laper, Bu!” teriakku. Beberapa menit kemudian, ibu menghampiriku dan membawakanku sepiring mie goreng. Aku tersenyum dan langsung merebut mie itu dari tangan ibuku. Karena terburu-buru, mangkuk yang berisi mie itu jatuh.
      “Pyaaaaaarrr...” Mangkuk untuk wadah mie tadi pecah, tanganku berdarah terkena serpihan kaca dari piring.
      “Aauuu... sakiiitt...” rintihku kesakitan.
      “Astagfirullah Salsa? Sini ibu obatin, bentar ya ibu ambil obat merah dulu.” Ibu bergegas mengambil obat merah di atas meja. Ibu mengobatiku perlahan. Tetes demi tetes obat merah langsung menyentuh tanganku yang terluka. Sakit rasanya. Ibu seakan tahu isi hatiku. Tanganku yang terluka tadi dibalutnya dengan sedikit kapas dan perban.
      “Ihhh...  pelan pelan dong bu !”
      “Iya Sal, ini juga sudah pelan kok.Ya sudah kamu tidur dulu saja, biar cepat kering lukanya.”
      Keesokan harinya aku beraktivitas seperti biasa. Sholat, mandi, pakai baju, sarapan dan berangkat sekolah diantar oleh Ibu menggunakan motor tua miliknya. Saat perjalanan, aku bilang pada ibuku agar ibu menjemputku tepat jam tiga sore. Ibu mengiyakan perkataanku. Sesampainya disekolah, aku langsung turun dari motor dan menjabat tangan ibuku. Aku dan Ibu saling melempar senyum. Sepertinya ibu tak rela meninggalkanku sendirian disekolah. Tapi aku tak mempedulikannya, aku langsung berlari menuju ke kelasku. Kelas 8 G.
Sorenya setelah mengikuti bimbel di sekolah, aku menelepon ibuku dan menyuruhnya menjemputku disekolah. Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 4 sore. Hampir satu jam aku menunggu, namun ibuku tak kunjung datang. Gelisah rasanya. Biasanya ibuku justru menjemputku lebih awal. Satu per satu temanku pulang. Hanya tersisa aku dan temanku Rini. Aku semakin gelisah. Mungkinkah ada sesuatu yang terjadi pada ibuku? Ahh... aku tak tahu.Sekitar dua puluh menit kemudian, ada seorang guru piket berteriak-teriak menyebut namaku. Aku kaget bercampur bingung.
“Ada apa Pak?” tanyaku sambil berlari menuju guru piket tersebut.
“Kamukah yang bernama Salsa?” tanyanya.
“Iya Pak saya Salsa. Ada apa ya Pak?” tanyaku keheranan.
“Saya baru saja menerima telepon dari Polres. Katanya ibu kamu mengalami kecelakaan saat akan menjemputmu.” Jelas guru piket tersebut. Aku kaget bukan main. Mulutku, tanganku, badanku seakan diam membisu sulit digerakkan. Tiba-tiba semuanya gelap. Aku jatuh pingsan. Rini dan guru piket itu langsung membawaku ke ruang UKS. Selang beberapa menit, aku mulai membuka mataku secara perlahan. Pandanganku agak kabur saat itu. Aku melihat Rini duduk disamping tempat tidurku.
“Ri..ni?” panggilku lirih.
“Alhamdulillah..Kamu sudah sadar Sal?” tanya Rini padaku.
“Iya Rin. Dimana Aku? Mana Ibuku?” kataku sambil mencoba bangkit dari tempat tidurku.
“Jangan banyak bergerak dulu Sal, aku yakin Ibumu akan baik-baik saja.” Kata Rini menenangkanku.
“Enggak!Aku mau ketemu ibuku!” teriakku sambil bangkit dan berlari mencari guru piket yang tadi.
“Pak, Ibu saya dirawat dirumah sakit mana? Tolong antarkan saya kesana Pak, saya mohon!” rengekku sembari menangis. Guru piket itu hanya mengangguk tanda setuju. Lalu Rini menggapai tanganku dan menggandengku menuju mobil milik sekolah. Kami bertiga bergegas menuju rumah sakit tempat ibuku dirawat. Saat perjalanan, aku tak henti-hentinya meneriakkan nama ibuku dan terus menangis dan membacakan doa agar ibuku selamat. Perasaanku makin tak karuan. Setengah jam kemudian, kami sampai dirumah sakit tempat ibuku dirawat. Aku langsung berlari mengikuti seorang perawat yang menunjukkanku dimana letak kamar ibuku. Namun, aku tidak diperbolehkan masuk karena keadaan ibuku yang sedang kritis. Aku hanya dapat mengintipnya dari jendela. Dari sini aku dapat melihat Ibuku tergeletak lemas di atas tempat tidur, wajahnya berlumuran darah. Begitu juga tangan, kaki dan perutnya. Dihidungnya terpasang alat bantu pernafasan. Di dalam sana ada seorang dokter dibantu tiga perawat lain yang sedang memperjuangkan nyawa ibuku. Tiba-tiba nenekku datang. Seketika tangisanku semakin menjadi-jadi.
“Neeeeneeeekk?” teriakku sambil menangis. Nenek  langsung memelukku.Beberapa menit kemudian, seorang dokter yang merawat ibuku keluar. Dari raut wajah dokter itu aku dapat melihat akan ada sesuatu yang terjadi pada ibuku. Kuusap kedua mataku yang merah lalu aku berdiri dan mendekati dokter itu.
“Dok, gimana keadaan Ibu saya?” tanyaku sambil masih menangis.
“Maaf Nak,  ibumu sudah tidak bisa diselamatkan lagi.” Aku berteriak kencang. Bahkan seisi rumah sakit mendengar teriakanku. Aku tidak peduli. Aku buru-buru masuk ke ruang tempat ibuku dirawat.
“Ibuuuuuuuuuu... bangun Bu... ! Jangan tinggalin Salsa!” jeritku.
“Tenang Sal, biarkanlah ibumu menghadap Tuhan Yang Maha Esa. Ikhlaskanlah kepergian ibumu.” Kata Nenek menasihatiku. Aku terdiam. Beberapa orang perawat lalu masuk kekamar ibuku dan membawa ibuku kesebuah ruangan. Entah apa nama ruangan itu aku tak tahu. Perawat itu menyuruhku duduk menunggu diluar ruangan. Akupun mengangguk. Setelah itu jenazah ibuku langsung dibawa pulang kerumah.
Di rumahku di gang Mawar, terlihat puluhan orang berpakaian hitam dan putih berduyun-duyun menghampiri mobil ambulance yang membawa jenazah ibuku. Nenek menuntunku turun dari mobil ambulance. 2 orang perawat langsung menurunkan jenazah ibuku dan membawanya ke dalam rumah untuk dimandikan, dikafani, dan disholatkan.
Setelah semuanya usai, jenazah ibuku siap untuk dimakamkan. Tak henti-hentinya aku menangisi kepergian ibuku. Badanku lemas sekali. Aku kembali pingsan saat melihat ibuku akan dikubur. Nenek dan tanteku segera menggendongku dan membawaku pulang kerumah. Tanpa sepengetahuanku, jenazah ibuku telah selesai dikubur di liang lahat.
2 jam kemudian, aku siuman. Aku kembali berteriak memanggil-manggil nama ibuku.
      “Ibu.. Ibu...” teriakku mencoba bangun dari tempat tidur.
      “Ibumu sudah beristirahat dengan tenang di alam sana, Sal.” Jawab Nenek yang duduk di sampingku.
      “Aku mau ketemu Ibu, Nek. Ibu gak mungkin ninggalin aku secepet ini. Ibu meninggal gara-gara aku Nek. Ibu.. Ibu...” ucapku sambil terus menangis dan berteriak memanggil nama ibuku.
      “Ikhlaskan kepergian ibumu, Sal. Kalau kamu ingin bertemu dengan ibumu, Nenek akan mengantarkanmu ke makam ibumu. Ibumu meninggal karena kehendak Allah, bukan karena kamu, Salsa. Sudah, berhentilah menangis. Matamu bengkak dan merah tuh.” Jawab Nenek sambil mengelus-elus kepalaku.
      “Ayo Nek. Ayo. Antar aku kesana!” kataku bersemangat. Nenek pun mengantarkanku ke makam ibuku. Kupanjatkan beberapa doa untuknya. Telah ku ikhlaskan kepergian ibuku. Semoga ibuku tenang di alam sana.

Rabu, 22 Februari 2012

Cerbung 3#Kenapa Begini ?

Setelah mengeringkan badannya, tiba-tiba HP Rera yang ada di atas tempat tidur berdering. Nadia memanggil.
"Halo?Mau apa kamu nelpon aku?" celetus Rera marah.
"Maafin aku Ra. Aku gak berniat buat ngehianatin kamu. Ini cuma salah paham Ra. Kamu jangan mutusin Miko tanpa alasan gitu aja?" ucap Nadia di balik telepon.
"Salah paham apanya? Jelas-jelas kalau kalian berdua punya hubungan khusus. Apa itu gak cukup buat jadi alasan aku mutusin Miko. Ha?" hardik Rera.
"Tapii Ra..." dan "Tuuutt.." telepon Nadia diputus oleh Rera. Rera enggan berbicara dan mengungkit-ungkit masalah ini lagi. Karena itu membuat perasaan Rera makin hancur. Rera lebih memilih pergi dari kehidupan Miko daripada harus terus disakiti dan dihianati oleh sahabatnya sendiri. Nadia.
Bahkan saking sakit hatinya, Rera menulis sebuah surat untuk Miko :

Dear Miko,
Sebelumnya aku mau mengucapkan selamat ulang tahun buat Miko mantan pacarku. Hadiah dari aku ada di laci mu bersama surat ini. Aku harap kamu suka dengan hadiahku.
Dan 1 lagi aku berterimakasih untuk hari-hari yang penuh dengan kehadiranmu selama lebih dari 1 tahun ini. Aku bahagia bisa mengenalmu, bisa menghabiskan waktuku bersamamu. Terimakasih sudah mengajarkanku bagaimana cara mencintai. Walaupun akhirnya, kau juga yang mengjarkanku bgaimana cara menyakiti dan hubungan yang sudah kia rangkai selama lebih dari 1 tahun ternyata berakhir sia-sia. Miko yang dulu mencintaiku, ternyata menghianatiku. Sahabatku, Nadia juga demikian. Andai kamu merasakan sakitku seperti apa mungkin kamu akan memilih mengakhiri hidupmu tinimbang harus dirundung rasa sakit. Tapi untungnya aku tidak seperti itu Mik. Ya mungkin, jika diberi kesempatan  untuk berteriak, aku akan teriak sekeras-kerasnya sampai pita suaraku rusak untuk melampiaskan rasa sakitku. Karena rasanya sakit sekali Mik. Tapi sebenarnya aku masih sangat mencintaimu, namun aku tidak bisa meneruskan hubungan kita karena mungkin yang masih ada rasa cinta hanya aku, kamu tidak lagi. Iya kan Mik? Aku doakan, Semoga hubunganmu dengan Nadia berjalan dengan sempurna ya Mik. Jangan sampai hubunganmu dengan Nadia berakhir seperti hubungan kita, Makasih Mik.

Salam sayang,
Rera Maulidya

Esok harinya, Rera menaruh surat itu di laci meja Miko sambil menaruh hadiah ulang tahun untuk Miko, karena hari ini tanggal 21 November adalah hari ulang tahunnya yang ke 17 tahun. Tak lama kemudian, Miko membuka hadiahnya dan membaca surat dari Rera. Miko terkejut. Ia pikir, Rera tidak akan meu mengucapkan selamat ulang tahun untuk Miko karena kejadian kemarin. Tapi ternyata dugaan Miko salah. Miko sempat meneteskan air mata saat membaca surat dari Rera. Miko merasa sangat bersalah telah menyakiti Rera, Tapi apa mau dikata, Nasi sudah menjadi bubur. Semuanya sudah terlanjur terjadi. Sudah tidak ada lagi yang harus dipermasalahkan. Yang ada hanya penyesalan antara Rera, Nadia dan Miko.
~Tamat~

Jumat, 17 Februari 2012

Cerbung 2 #Kenapa Begini ?

3 hari berlalu, Rera sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Selama 3 hari di rumah sakit, Rera dan Miko tidak pernah berkomunikasi. Rera tidak mau menghubungi Miko karena ia masih marah soal kejadian waktu itu. Miko juga sepertinya tidak merasa bersalah dengan Rera.
Keesokan harinya, Rera kembali berangkat sekolah. Biasanya Miko selalu menyambut kedatangan Rera dengan ceria saat Rera turun dari mobilnya. Namun pagi ini berbeda. Tidak ada tanda-tanda Miko. Dengan perasaan kecewa, Rera pun melangkah menuju kelas.
"Rera? kamu udah sembuh?" tanya Vero bersama teman-teman yang lain.
"Udah." Jawab Rera singkat sembari menaruh tas ungunya di kursi tempat ia duduk.
"Ra, aku duduk sebangku sama kamu ya?" pinta Vero sambil memindahkan tas ranselnya.
"Oke Ver. Eh, Miko mana ya?" tanya Rera.
"Tauk Ra. Tuh tanya aja sama Nadia." jawab Vero ketus. Rera pun menghampiri Nadia di bangkunya.
"Nad?" sapa Rera.
"Ra, aku minta maaf banget soal kejadian waktu itu ya?" ucap Nadia sambil memgang pundak Rera.
"Hih.. Lepas! Mana Miko?"
"Mungkin Miko lagi ngerjain tugas di kelas. Tadi dia bilang dia belum ngerjain tugas Fisika." jelas Nadia tersenyum.
"Oh gitu ya? thanks." kata Rera singkat. Nadia hanya menunduk.
"Ver, anter aku ke kelasnya Miko yuk?" ajak Rera pada Vero.
"Rera Rera.. buat apa kamu nemuin cowok kurangajar kayak Miko?" sindir Vero.
"Heh apa maksudmu? Kamu tu yang kurangajar!" hardik Nadia sambil mengacungkan jari telunjuknya ke muka Vero.
"Heh cewek ganjen! Emang kamu siapanya Miko? Ha? Rera yang pacarnya aja cuma diem kok." bentak Vero sambil menggebrak meja. Nadia lantas cuma bisa diam.
"Udah udah! Ver, maksudmu apa ngatain Miko kayak gitu?" lerai Rera.
"Ra, selama kamu di rumah sakit Miko dan Nadia selalu jalan berdua. Apa kayak gitu gak kurangajar?" jawab Vero jujur.
"Apa bener itu Nad?" tanya Rera pada Nadia.
"Emm.." Nadia belum menjawab.
"Udah deh Nad. Ngaku aja!" hardik Vero.
"Diem Ver! Nad, jawab Nad" bujuk Rera.
"Emm.. iya Vero bener Ra." jawab Nadia lirih. Mendengar pernyataan Nadia, Rera lantas berlari menuju kelas Miko sambil menangis. Di belakang, Vero berusaha mengejar Rera. Dan Nadia hanya bisa diam melihat semuanya terjadi sembari meratapi kesalahannya.
"Miko!" teriak Rera di depan pintu kelas Miko.
"Rera? kamu udah masuk sekolah? gimana kabar kamu sayang?" ujar Miko mencoba basa-basi.
"Diem Mik! Jelasin aku semuanya tentang hubungan kamu sama Nadia! Jelasin Mik!" perintah Rera sambil terus menangis.
"Aku gak ada hubungan apa-apa sama Nadia." jawab Miko berbohong.
"Bohong kamu! Aku udah tau semuanya dari Vero. Jelasin atau kita putus!!" hardik Rera.
"Iya iya aku kan jelasin. Aku memang punya hubungan khusus sama Nadia." jelas Miko berterus terang.
"Lalu bagaimana dengan hubungan kita Mik? kamu dengan mudah ngehancurin semuanya. Hubungan yang udah lama kita rajut berkhir sia-sia. Sekarang aku tanya kamu pilih aku atau Nadia?"
"Maaf Ra? aku gak bisa milih."
"Cepet jawab! Atau biar aku yang pergi."
"Jangan Ra. Aku sayang sama kamu."
"Omong kosong! ssemuanya omong kosong! Aaarrgghh.." Rera mencoba berlari. Tapi Miko menarik tangannya.
"Lepasin Mik! Mulai sekarang kita putus dan aku harap kamu gak ganggu kehidupanku lagi. Makasih buat kenangan-kenangan yang udah pernah kamu kasih ke aku. Slamat tinggal Mik."
"Reraaaaa.... Aku minta maaf. Tolong jangan putusin aku." pinta Miko pada Rera.
"Maaf mu gak akan cukup buat ngganti rasa sakitku Mik. Bye." Rera pun berjalan meninggalkan Miko sembari terus menangis. Rera berjalan menuju kamar mandi untuk melampiaskan semua rasa sakitnya.
"Kenapa begini? Kenapa harus berakhir seperti ini? Kenapa harus sahabatku sendiri yang menghianati aku? Kenapa? Kenapa?" Rera menagis sambil berteriak di dalam kamar mandi.
"Ra, cukup Ra. Ayo keluar." bujuk Vero sembari mengetuk pintu kamar mandi. Setengah jam kemudian, Rera pun mau keluar atas bujukan Vero. Seragam Rera basah kuyup dan mata Rera merah karena terlalu lama menangis. Vero pun mengantar Rera pulang ke rumahnya. Beberapa saat kemudian, Vero dan Rera sampai.
"Makasih ya Ver udah mau nganter aku pulang." ucap Rera sambil melepas helm ungu nya.
"Sama sama Ra. Kamu buruan masuk ke dalem, gih! Udah basah kuyup gitu ntar masuk angin gimana?" ujar Vero yang masih duduk di atas motornya.
"Iyadeh Ver. Kamu emang sahabat yang paling bisa ngerti aku. Makasih ya?"
"Cielah kamu bisa aja Ra. Mm.. kamu beneran mutusin Miko atau tadi itu cuma emosi sesaat aja?" tanya Vero.
"Mm.. enggak Ver. Aku beneran mau putus."
"Kamu yakin Ra? Nanti kan Nadia jadi makin mudah deket sama Miko. Gimana tu?"
"Udahlah Ver. Aku rasa ini keputusan yang paling baik buat hubunganku sama Miko. Yaudah deh jangan bahas ini lagi. Kamu balik ke sekolah lagi aja Ver?"
"Oke deh. Dadaaaa Rera.." pamit Vero.
"Daaa.." Rera pun segera masuk ke dalam rumahnya dan langsung mengeringkan tubuhnya dengan handuk kering.

Minggu, 12 Februari 2012

Uji coba pembuatan roket air kelompok Pascal :D

Kelompok Pascal terdiri dari aku sendiri, hafizh, dinda, yaya, adi, rizka dan bela. Tapi sayangnya waktu acara pembuatan tadi, yang datang cuma aku, adi, hafizh dan dinda. Tapi, gak masalah berkat bantuan Pak ***** entah siapa namanya kami berhasil membuat roket air. Hoyeee :D
Roket air yang kami buat alat dan bahannya terdiri dari botol plastik, air, lakban hitam, gunting, cutter, kertas karton, batu baterai dan lain-lain. Ini dia foto dari perlatan yang kami gunakan tadi.





dan ini dia proses saat kami membuat roket air :D

   
eing ing eng.. Ini peluncuran roket pertama kami yang masih jauh dari sempurna :D

Terimakasih .. :)

Jumat, 10 Februari 2012

Daiva Story #Part 4

"Silvi, Silvi! Aku punya berita terbaru tentang Justin lho." kataku berusaha untuk membuat Silvi penasaran.
"Berita apa Va? Kasih tau aku dong." rengek Silvi penaaran.
"Mm.. kasih tau gak ya? Mm.. Ta..di.. malem aku di sms sama Justiiiiinn lho." teriakku sampai anak-anak sekelas mendengar perkataanku. Seketika anak-anak di kelasku yang sama-sama ngefans sama Justin langsung buru-buru mengerumuni bangkuku.
"Masak sih Va? Yang bener?" tanya Silvi mewakili pertanyaan dari teman-temanku yang lain.
"Iyalah! Aku beneran. Noh.. Liat aja smsnya!" kataku meyakinkan mereka sambil mengeluarkan HP kesayanganku dari saku bajuku.
"Wiihh... kok bisa sih Va? aku minta nomer HP nya Justin donk!" Bujuk Silvi dan teman-temanku yang lain.
"No.. No.. No.. Enak aja? Gak segampang itu, friends. Sini balikin HP ku." jawabku sambil merebut HP ku dari tangan Silvi. Ya.. sepertinya satu sekolahanku jadi heboh gara-gara Justin sms ke nomerku. Sebagian percaya, sebagian lagi enggak. Tapi beruntungnya namaku jadi terkenal sesekolahan. Mulai dari anak kelas 7 sampai kelas 9 semuanya menyebut namaku. Daiva.
Stop! Jangan seneng dulu. Rupanya ada aja yang syirik sama aku. Salah satu genk di sekolahku. Namanya 'Clara CS' anggotanya ada 5 orang. Sebut saja kak Nayla, Kak Clara sebagai ketua, Kak Manda, Kak Ratri dan yang terakhir Kak Geisha. Anggota genk Clara emang cantik-cantik orangnya. Tapi, mereka bisa dibilang kurang pandai karena lebih mementingkan kecantikan mereka daripada pelajaran. Entah mengapa, mereka berlima sangat membenci saya.
"Tet.. Tet.." Bel tanda istirahat berbunyi. Aku keluar kelas bersama Amanda dan David teman dekatku. Tujuan pertamaku adalah ke kantin buat jajan. Hmm.. mau jajan apa ya? Nasi goreng ada? Soto ada? Mie ada? Apa ya? Nah pilihanku malah jatuh pada bakso. Salah satu makanan favoritku. Akupun segera memsan semangkuk bakso dan mencari tempat duduk untukku, Amanda dan David. Yummy.. pesananku datang. Wah, ternyata bakso ku dibawain sama Kak Clara. Ketua genk yang sangat membenciku. Dengan santainya aku bilang ke Kak Clara.
"Wiihh.. Thank you Kak Clara." kataku dengan penuh semangat menyambut kedatangan Kak Clara.
"Hahaha.. Guys, rupanya bocah kecil ini nantangin kita!" sindir Kak Clara sambil bertepuk tangan. Aku cuma diam karena aku lagi gak mood ribut sama orang.
"Wah, cemen nih anak! Daiva is looser." cemooh Kak Geisha padaku. Aku gak terima dikatain kayak gitu. Tanpa berpikir panjang, kupraktikkan sedikit jurus Taekwondo ku. Ciaattss... Kak Geisha jatuh tak berdaya. Mati aku!
"Kurangajar! Awas kamu! Liat aja ntar kita bales!" ancam Kak Ratri. Karena aku merasa aku benar, dengan entengnya aku membalas kata-kata Kak Ratri.
"So, Daiva gak takut."

Cerbung 1 #Kenapa Begini ?

 Rera Maulydia atau biasa dipanggil Rera adalah gadis cantik yang berpostur ideal. Selain itu dia juga termasuk anak yang pandai. Tak heran kalau banyak anak cowok yang naksir sama Rera. Saat ini Ia berumur 16 tahun dan sedang duduk di bangku kelas 1 SMA. Seperti remaja lainnya, Ia punya seorang pacar. Namanya Miko. Sudah hampir 1,5 tahun mereka berdua menjalin hubungan. Di tahun pertama mereka pacaran, hubungan Rera dan Miko baik-baik saja. Namun menginjak tahun kedua, mucul banyak masalah yang menguji hubungan mereka berdua.
“Reraaa...?” sapa Miko sambil tersenyum di depan bangku Rera.
            “Iya Mik. Ada apa?” gumam Rera lembut.
            “Ra, aku punya sesuatu buat kamu. Tapi kamu merem dulu ya dan janji habis makan coklat ini kamu harus sembuh. Jangan sakit lagi. Janji ya?” ucap Miko sambil mencoba duduk di samping Rera.
            “Iya aku janji. Jangan lama-lama ya Mik, malu diliatin temen-temen?”
            “Enggak kok. Nah, sekarang buka matamu.” Perintah Miko pada Rera.
            “Wah? Coklat? Makasih ya Mik?” ucap Rera tersenyum lebar sambil berusaha meraih tangan Miko.
            “Hehe.. Kembali kasih Rera. Cepet sembuh. Aku balik ke kelas dulu ya?” pamit Miko sambil melambaikan tangannya.
            Setelah kelas usai, Rera bersama kedua sahabatnya Nadia dan Vero berjalan menuju pagar sekolah untuk menunggu jemputan. Saat sedang menunggu, Miko datang.
            “Ra, aku anter kamu pulang ya?” rayu Miko sambil mendekati Rera.
            “Nggak usah Mik. Ntar ngerepotin?” Tolak Rera halus.
            “Tapi kamu kan lagi sakit? Aku gak tega ninggalin kamu sendirian disini.”
            “Gak..pa..pa Mik. Ma..sih ada Nadia sama Vero kok.” Kata Rera dengan muka pucat.
            “Ayolah Ra..” bujuk Miko.
            “Gak usah Mik. Eh itu aku udah dijemput. Aku duluan ya? Dadaaa Miko..” Setelah Rera pergi, Miko ternyata ngobrol dengan Nadia dan Vero.
            “Mik, aku boleh nebeng kamu pulang gak? Rumahku sama rumahmu kan sejalur?” pinta Nadia sambil mendekati Miko. Vero yang tomboy cuma diem aja.
            “Wah, gimana ya? Aku takut Rera cemburu.” Tolak Miko.
            “Kan dia gak ngeliat kita Mik. Boleh ya ya ya?” rayu Nadia.
            “Jangan mau Mik.” Ucap Vero menyela.
            “Diem kamu Ver. Boleh ya Mik?” rayu Nadia untuk kedua kalinya.
            “Mmm.. Iyalah Nad.”
            “Yes!” Nadia gembira. Vero kaget melihat tingkah Nadia yang seperti itu pada Miko. Karena Vero tidak berhasil mencegahnya, Miko dan Nadia pun pulang bersama.
            Di tengah perjalanan pulang, Rera yang sedang memarkirkan mobilnya di depan sebuah cafe untuk membeli makanan tidak sengaja melihat Miko dan Nadia boncengan naik motor berdua.
            “I.. i.. tu.. kan... Mi..ko.. Na..dia?” Rera tidak percaya dan mengira kalau matanya mungkin salah lihat. Ia berfikir kalau Miko tidak mungkin berani berbuat seperti itu padanya. Tapi, beberapa menit kemudian, Vero sms ke HP nya Rera :
            Ra, tadi Miko nganter Nadia pulang.
            Rera sangat shock ketika membaca sms dari sahabatnya itu. Rera yang sedang sakit justru pingsan setelah membaca sms dari Vero.
            Rera akhirnya segera dilarikan ke rumah sakit oleh sopirnya. Dan menurut diagnosa dokter, Rera memiliki penyakit Jantung yang disebabkan oleh faktor keturunan dari Mama nya. Mendengar kabar tersebut, malam harinya Vero memutuskan untuk menjenguk Rera di rumah sakit.
            “Rera?” sapa Vero sambil menaruh sebuah parcell buah di meja.
            “Repot-repot Ver.”
            “Ya gakpapa. Cepet sembuh ya Ra. Tante, aku boleh gak ngomong berdua aja sama Rera?” Kata Vero tersenyum pada Mama Rera.
            “Oh. Boleh aja.” Mama Rera mengijinkan dan segera berjalan keluar kamar.
            “Ver, ceritain soal tadi dong?” pinta Rera.
            “Gini Ra, tadi habis kamu dijemput, Nadia aneh banget. Tiba-tiba dia minta dianter pulang sama Miko. Aku udah berusaha nyegah. Tapi karena dirayu Nadia, Miko mau nganter Nadia pulang.” Jelas Vero.
            “Huuf.. Iya tadi aku liat mereka lewat di depan cafe. Boncengannya mesra lagi. Aku aja pingsan gara-gara liat  mereka berdua.” Ujar Rera kesal.
            “Sabar ya Ra. Aku gak bermaksud buat manas-manasin kamu.” Ucap Vero sambil merundukkan kepalanya.
            “Gakpapa Ver. Oh iya, kamu jangan kasih tau ke temen-temen termasuk ke Miko kalau aku punya penyakit Jantung ya Ver. Cukup kamu aja yang tau.” Pinta Rera.
            “Lho emang kenapa Ra?” tanya Vero bingung.
            “Pokoknya jangan. Janji ya Ver?”
            “Iya deh Janji.” Rera dan Vero pun melanjutkan perbincangan mereka sampai larut malam. Rera mengungkapkan semua perasaan yang dialaminya pada Vero.
            Esok harinya, matahari cukup terik menyinari bumi. Tapi Rera ijin tidak bisa berangkat sekolah karena masih harus dirawat di rumah sakit. Sebagai sahabatnya, Nadia menanyakan keberadaan Rera pada Vero.
            “Ver, Rera kemana?” tanya Nadia sambil menata buku-bukunya diatas meja.
            “Di rumah sakit.” Jawab Vero ketus.
            “Kamu kenapa sih?” tanaya Nadia heran.
            “Tanya tuh sama dirimu sendiri!” bentak Vero sambil memukul meja.
            “Lho memangnya aku kenapa?” tanya Nadia semakin heran.
            “Udahlah, susah ngomong sama kamu. Minggir aku mau lewat!” Vero pun berjalan menjauh dari Rera. Ia melangkah menuju kantin. Di kantin, Ia bertemu dengan Miko.
            “Hai Ver.” Sapa Miko ramah sambil membawa segelas es jeruk di tangan kanannya.
            “Hai juga.” Jawab Vero malas.
            “Eh mana Rera? Biasanya dia kan bareng sama kamu?” tanya Miko perhatian.
            “Rera dirumah sakit.” Jawab Vero.
            “Hah? Dia sakit apa? Dia sekarang dirawat dimana?” tanya Miko penasaran.
            “Di RS Mangunkusumo. Udah ya, aku buru-buru. Males ngomong sama cowok kayak kamu.”  Celetus Vero.
            “Heh! Maksud kamu apaan?” Hardik Miko tak terima.
            “Cari tau aja sendiri :p” Vero berlari meninggalkan Miko dan berjalan kembali ke kelasnya.
            Pukul 15.00 kelas usai. Miko buru-buru mengambil motornya dan berangkat ke rumah sakit untuk menjenguk pacaranya. Vero dan Nadia juga demikan. Tak disangka, mereka bertiga sampai di rumah sakit secara bersamaan. Karena masih kesal dengan Miko dan Nadia, Vero pun berjalan sendiri ke kamar Rera dengan muka masam.
            Di belakang Vero, rupanya Miko dan Nadia berjalan bersama sambil bergandengan tangan. Vero semakin kesal melihat tingkah laku mereka berdua. Vero sangat memikirkan bagaimana perasaan Rera jika melihat kejadian ini. Vero pun mempercepat langkahnya agar sampai duluan di kamar Rera dan bisa mengadukan kejadian ini padanya.
            “Huf.. Huf.. anu Ra.. anu..” ucap Vero ngos-ngosan.
            “Apaan sih Ver? Yang jelas dong kalau ngomong.”
            “Anu Ra.. sekarang Miko sama Nadia lagi jalan berdua kesini. Udah gitu mereka jalan kesini sambil gandengan tangan Ra.” Jelas Vero masih ngos-ngosan.
            “Apa?” Rera kaget. Ia lantas mencoba duduk tapi tidak bias karena kondisi tubuhnya yang masih lemah.
            “Eits.. kamu tiduran aja Ra.” Cegah Vero. Beberapa saat kemudian, Miko dan Nadia dating.
            “Rera, gimana keadaan kamu, sayang? Ini aku bawa coklat kesukaan kamu. Cepet sembuh ya?” ucap Miko manis sambil mendekat kea rah Rera.
            “Alhamdulillah aku baik baik aja Mik.” Jawab Rera murung.
            “Kok kemarin kamu gak bilang ke aku kalau kamu masuk rumah sakit?” tanya Miko dan Nadia kompak.
            “Buat apa Rera ngasih tau kalian? Emang kalian peduli sama Rera?” sela Vero memojokkan.
            “Huss Vero?” hardik Rera. Raut muka Miko dan Nadia tampak kebingungan tidak mengerti apa maksud perkataan Vero.
            “Biarin Ra. Toh mereka malah asyik berduaan kan? Ya gak Nad?Mik?” sindir Vero.
            “Heh! Maksudmu apa? Dari tadi nyolot aja?” Bentak Miko sambil mendorong badan Vero ke tembok.
            “Apa-apaan sih?” teriak Nadia keras berusaha melerai Vero dan Miko.
            “Diem kamu Nad! Kamu berusaha ndeketin Miko kan?” bentak Vero.
            “Maksud kamu apa Ver?” tanya Nadia bingung.
            “Stop! Kalau kalian mau berantem bukan disini tempatnya! Apa kalian gak liat kalau aku lagi sakit?” ucap Rera kesal.
            “Ra, maksud Vero tadi apa?” tanya Miko halus.
            “Tanya Vero aja Mik.” Jawab Rera masih kesal.
            “Mik, perlu kamu tau ya. Kemarin Rera pingsan gara-gara lihat kamu boncengan mesra sama Nadia. Apa kamu gak ngerasa bersalah sama Rera?” jelas Rera dengan muka cemberut. Mendengar penjelasan Vero,  tiba-tiba Nadia berlari keluar dan gak disangka Miko mengejar Nadia. Rera yang melihat kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri seolah tak percaya. Hati Rera hancur dan kondisi Rera yang lemah makin melemah.