Siang itu tepat pukul setengah satu aku
keluar dari halaman sekolah. Aku
berjalan menuju
lampu merah yang tak jauh dari sekolah sambil membawa tas yang berisi buku-buku yang berat. Kakiku terus melangkah. Aku
berjalan bersama teman-temanku sembari bersendau gurau. Tak terasa sampailah kami di lampu merah tempat
menuggu bus. Aku berdiri menuggu bus jalur enam lewat. Beberapa menit kemudian,
bus yang aku tunggupun datang. Aku segera masuk ke dalam bus tersebut. Aku duduk di bangku paling depan di samping tempat duduk sopir. Kali ini bus itu terasa sempit sekali. Banyak orang yang membawa barang-barang berat. Bahkan ada yang membawa beberapa
kantung
karung beras. Baru sebentar aku
duduk, ada seorang penumpang yang masuk dari
pintu depan bus. Ia terlihat sudah tua sekali. Mungkin umurnya hampir 70 tahun. Namun dengan
tubuh tuanya itu Ia masih kuat menggendong sekarung beras di pundaknya.
Aku kasihan sekali melihatnya. Akupun mempersilahkan kakek itu duduk di samping tempat dudukku.
Awalnya aku merasa nyaman
duduk di samping kakek tua itu dan bersebelahan dengan sopir bus. 10 menit kemudian, bus pun mulai melaju. Aku mulai melempar senyum pada kakek tua itu. Lalu
kuberanikan diri untuk memulai percakapan dengannya.
“Turun dimana Kek?” tanyaku sopan.
“Di Terminal.” Jawabnya singkat. Tiba-tiba, aku dikejutkan dengan tingkah laku kakek tua itu. Dia merogoh-rogoh saku bajunya.
“Oh.. Mau ambil apa itu Kek?” tanyaku heran.
“Ini mau ngambil rokok.” Katanya pelan. Ternyata kakek tua itu
akan mengambil satu bungkus rokok. Deg! Aku kaget sekali. Aku tak menyangka
kakek setua
itu masih mampu merokok. Aku miris melihatnya. Apalagi aku paling anti
dengan yang namanya rokok. Menghirup asapnya saja dadaku bisa sesak.
Kakek tua itu mulai menyalakan korek apinya dan
mulai menghisap rokok tersebut. Aku buru-buru menutupi hidungku dengan tangan
kiriku. Sopir yang bersebelahan denganku juga tak jauh berbeda. Ia memegang
kemudi sambil asyik merokok. Bahaya sekali buatku.
“Uhukk..uhukk..” Aku batuk dan dadaku mulai terasa
sesak. Karena tidak tahan dengan asap
rokok, akupun pindah tempat duduk. Aku pindah di tempat duduk paling belakang. Aku
duduk di dekat dua orang remaja laki-laki yang masih memakai seragam OSIS
SMA. Seperti sebelumnya, akupun
duduk dengan nyaman dan tenang. Beberapa saat kemudian, kedua remaja tersebut
menyalakan korek api dan mulai mengeluarkan sebatang rokok dari saku bajunya.
Kedua remaja tersebut terlihat sudah
lihai merokok. Itu terlihat dari cara mereka merokok. Dadaku mulai sesak lagi. Tapi kali ini aku memutuskan untuk tidak pindah tempat duduk
karena sebentar lagi aku sampai.
Tinggal melewati satu lampu merah lagi aku turun. Aku bangkit dari tempat
dudukku dan berjalan menuju pintu depan bus.
“Kiri Pak!kiri!” teriakku pada kernet bus. Akupun
turun. Aku melanjutkan perjalanan pulangku menyusuri jalan dekat lampu merah.
Saat melewati jalan itu, di pinggiran jalan banyak anak laki-laki seumuranku
sedang nongkrong sambil merokok.
Kebetulan ditempat itu ada teman SD ku dulu.
“Vira?” sapa teman SD ku yang bernama Romi sambil
memegang rokoknya.
“Eh, Romi? Ngapain kamu disini Rom? Udah pulang
sekolah ya?” tanyaku.
“Biasalah aku sama temen-temenku kan bolos
sekolah.” Jawabnya enteng.
“Kok bolos sih? Emang enggak dimarahin?” tanyaku
bingung.
“Kalau ketauan pasti dimarahin, tapi kita kan
bolosnya sembunyi-sembunyi jadi enggak ketauan.” Jelasnya sambil asyik
memainkan sebatang rokok miliknya.
“Emh.. gitu ya? Itu yang kamu pegang apaan? Rokok
enggak baik buat kesehatan lho.” Nasihatku.
“Biarin. Enak kok, mau coba? Hahaha..” ledek Romi.
“Ih.. enggak! Ya sudah aku duluan ya?” pamitku.
Romi dan teman-temannya mengangguk. Aku kembali melanjutkan perjalanan pulangku
memasuki sebuah gang kecil yang didepannya ada gapura bercat kuning bertuliskan
“Dusun Sukamaju”. Sekitar delapan langkah lagi tibalah
aku di depan pagar rumahku. Kudorong pagar
rumahku kekiri lalu kulepas sepasang sepatu yang kukenakan dan aku masuk ke dalam rumah sambil mengucap salam.
“Assalammualaikum?”
“Waalaikumsalam. Sudah pulang Vir?” tanya ibu yang sedang menyapu.
“Sudah Bu. Bu tadi Vira ketemu Romi. Sekarang dia
udah berubah 180 derajat deh.” Kataku.
“Berubah kayak gimana Vir?”
“Iya berubah. Tadi Vira ketemu didekat lampu
merah. Romi sama teman-temannya lagi nongkrong
sambil merokok Bu.” Jelasku.
“Astagfirullah. Apa benar Romi jadi seperti itu
Vir?” tanya ibu kaget.
“Iya Bu. Aku juga enggak nyangka sekarang dia jadi
seperti itu.”
“Ya sudah biarkan saja. Kamu jangan ikut-ikutan
seperti itu ya Vir?” kata ibu menasihatiku.
“Baik Bu. Vira ke kamar dulu ya?” Ibu cuma diam. Akupun masuk ke kamar dan ganti baju lalu beristirahat
sejenak sambil membaringkan badanku yang sudah lelah. Tak terasa aku ketiduran di tempat tidur.
Sorenya aku bangun dan langsung menyetel televisi hitam dikamarku. Saat
sedang asyik menonton televisi, Ibu menyuruhku makan. Tapi aku menolaknya.
“Kalau nonton TV cari acara yang bagus Nak.”
Perintah Ibu. Mendengar perintah itu aku langsung mengambil remot dan cepat-cepat mengganti channel yang aku tonton. Aku
menggantinya dengan channel nomor
lima. Di channel itu sedang
ditayangkan acara yang berjudul “Membasmi rokok”. Mataku langsung terfokus pada
acara tersebut. Acra itu berisi tentang bahaya merokok dan bagaimana cara
mengatasinya. Saat menonton acara itu aku sampai lupa berkedip. Menurutku acara
itu bagus sekali.
Tepat pukul lima sore ayahku pulang membawa kardus-kardus
besar berisi puluhan rokok. Aku terkejut.
“Ayah? Ini mau buat apa?”
“Buat dijual. Ayah sekarang kan kerja di pabrik
rokok” Jawab ayah.
“Hah? Vira enggak setuju kalau ayah kerja di
pabrik rokok!” bentakku.
“Memangnya kenapa Vir?”
“Tadi waktu Vira naik bus Vira duduk disamping
kakek tua dan bersebelahan dengan sopir bus. Kakek sama sopir bus itu sama-sama
merokok. Lalu Vira pindah tempat duduk di belakang dekat dua anak SMA. Vira
pikir kakak-kakak itu tidak merokok. Eh, ternyata mereka berdua juga merokok.
Terus tadi Vira ketemu Romi. Sekarang Romi juga merokok.” Jelasku panjang
lebar.
“Terus kenapa?”
“Ih... Ayah tahu kan bahayanya merokok? Rokok itu
bisa menyebabkan gangguan paru-paru sama jantung, Yah. Coba deh ayah bayangin
kalau penduduk Indonesia dari mulai remaja, dewasa sampai lansia semuanya
merokok? Apa yang akan terjadi, Yah?” Ayah hanya diam merenungkan perkataanku.
“Pasti hampir seluruh penduduk Indonesia terserang
banyak penyakit akibat merokok. Akibatnya banyak orang terenggut nyawanya
akibat rokok. Bahaya sekali bukan?” ujarku.
“Ayah tahu itu Nak.” Jawab ayah singkat.
“Lantas tunggu apa lagi? Buang saja semua
rokok-rokok itu?” perintahku.
“Tapi ini milik bos ayah, nanti kalau ayah dipecat
bagaimana?” tanya ayah sambil menundukkan kepalanya.
“Ayah kan bisa bekerja ditempat lain? Memangnya
ayah tahan kerja di pabrik rokok?” hardikku.
“Ayah memang tidak nyaman bekerja ditempat itu.
Dada ayah sering terasa sesak ketika membungkus satu demi satu batang rokok
dengan plastik. Tapi mau gimana lagi? Ayah sudah di PHK dari perusahaan Pak
Wawan.” Keluh ayah.
“Emm... Bagaimana kalau ayah bekerja disekolahku
menjadi satpam? Kebetulan sekolahku sedang membutuhkan seorang satpam. Ayah
bisa meninggalkan pekerjaan ayah itu dengan menjadi satpam disekolahku.
Bagaimana?” kataku sambil tersenyum dan menarik tangan ayah.
“Baiklah. Nanti ayah akan pertimbangkan. Sekarang
biar ayah kembalikan rokok-rokok ini kepabrik dan bicara kepada bos ayah supaya
tidak memproduksi rokok lagi.”
“Waaa... Ide yang bagus Yah, Vira senang sekali
punya orangtua seperti ayah.” Ujarku sambil memeluk ayah.
“Iya Vira. Kamu memang anak yang baik. Kamu sangat
peduli dengan lingkungan sekitarmu. Ayah bangga memiliki anak sepertimu. Andai
saja semua anak di negri ini seperti kamu, pasti tidak akan ada budaya merokok
di negri kita.” Ucap Ayah sambil mengelus rambutku.
“Iya dong Yah.” Jawabku bangga. Ibu langsung
menghampiriku dan memelukku dengan erat.
Keesokan harinya Ayah
pergi ke pabrik untuk mengembalikan puluhan rokok itu dan membujuk bosnya
supaya tidak memproduksi rokok lagi. Lambat laun pemilik pabrik rokok itu sadar
akan bahaya rokok. Pabrik rokok itu kini berubah menjadi pabrik sepatu.
Usahanya justru semakin maju dibanding saat Ia memiliki pabrik rokok. Mendengar
kabar tersebut aku senang dan bangga dapat sedikit membasmi rokok.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar